Saturday 22 May 2010

Mas G Seorang Sarjana Manifesto dan Pameo

23 May 2010, Minggu pagi Subuh sesudah 'bertemu', berkeluh kesah, dan bersyukur kepada-Nya.

Setelah aktivitas rutin berkomunikasi dengan-Nya, saya teringat untuk menuliskan pengalaman bersama seseorang yang telah merasa menjadi 'sarjana'. Saya datang ke rumahnya bukan karena saya kagum terhadap kapasitas dan kualitas intelektualitasnya atau ikut-ikutan merayakan acara anniversarry sebuah komunitas yang digadang-gadangkan meriah dan mengundang banyak pihak eksternal, namun hanya sekadar untuk mencari makan malam dengan suasana yang berbeda dan gratis, itu saja!. Karena ketiadaan konsep acara yang jelas dan kita yang malah sibuk dengan urusan kita sendiri dibanding menjamu tamu tunggal yang telah rela datang, tentu menjadi alasan yang tepat bahwa kedatangan saya hanya ingin menikmati makan malam dengan suasana yang berbeda dan gratis, hahaha!

Peristiwa ini terjadi pada tanggal 20 Mei 2010 malam. Peristiwa ini terkait dengan seorang yang merasa memiliki kapasitas intelektual di atas rata-rata individu lainnya. Seorang yang merasa bahwa telah menjadi sarjana 'yang lebih' dibanding yang lain. Mau tahu kenapa saya memiliki penilaian seperti itu, penilaian saya ini akan terkait dengan penggunaan kata manifesto dan pameo, ketika kawan ini mengartikulasikannya sebagai sebuah pidato basa-basi. Kawan saya ini selanjutnya akan kita sebut saja dengan Mas G.

Sebuah komunitas yang sampai saat ini merasa bahwa mereka lebih sekedar dari berkomunitas dan merasa lebih sebagai keluarga. Entah sampai saat ini saya tidak tahu dalam benak mereka apa definisi dari keluarga tersebut. Namun, saya masih berupaya terus untuk menganggap mereka semua keluarga dengan tidak sekedar kata-kata artifisial belaka. Nah hubungan dengan paragraf sebelumnya yaitu komunitas ini merayakan eksistensinya setiap tanggal 20 mei dan pada tahun 2010 kita merefleksikannya di rumah mas G ini. Sampai saat ini, saya tidak habis pikir seorang yang merasa memiliki kapasitas intelektual seperti mas G, tidak bisa memisahkan urusan pribadi dan organisasi. Atau mudah-mudahan saja bahwa tidak dipisahkannya acara tersebut karena totalitasnya dia kepada komunitas ini. Komunitas yang memberikan amanah kepada dia sehingga dia merasa sebagai 'orang penting' dan berkuasa, yang akhirnya dengan 'seenak jidat' menunjuk dan menyuruh siapa pun di komunitas ini untuk melakukan tugas-tugas komunitas.

Mohon maaf kalau saya harus sedikit menjelaskan sedikit tentang komunitas tersebut. Penjelasan tersebut akan terkait tentang Mas G yang akan saya tuliskan. Tulisan ini tidak akan memberikan informasi yang detail tentang Mas G karena informasi itu tidak penting untuk diketahui buat saya dan pembaca tulisan ini. Saya mungkin hanya akan menyampaikan melalui tulisan ini tentang kekaguman atas kapasitas dan kualitas intelektual beliau. Sehingga saya bersama kawan-kawan lain ketika berbicara dengan dia harus membaca buku Kamus Besar Bahasa Indonesia sebelum atau sesudah melakukan percakapan. Kenapa seperti itu, karena mas G ini memiliki perbendaharaan kata yang sangat banyak dan bervariatif.

Mas G pada hari jadi komunitas kami menjadi tuan rumah atas dua peristiwa yang terjadi bersamaan secara kebetulan. peristiwa pertama adalah syukuran selesainya studi mas g dan beberapa kawan serta hari jadi komunitas kami. Tetapi walau dua peristiwa ini bersamaan namun keduanya merupakan dua hal yang berbeda. Kalau peristiwa pertama itu terkait dengan syukuran dan lebih bersifat internal, sedangkan peristiwa kedua terkait dengan hari jadi komunitas yang sedikit formal. Kenapa saya memiliki pendapat untuk dilakukan 'sedikit formal' karena ini terkait dengan apresiasi kita kepada pengurus-pengurus sebelumnya yang telah membawa komunitas terus bergerak ke arah yang lebih baik. Atas kinerja merekalah kita bisa besar seperti saat ini dan tentu saja tidak ada salahnya kita menghargai upaya yang telah mereka lakukan.

Mas G memberikan alasan bahwa acara ini akan lebih baik dan komunitas lain yang diundang akan banyak yang datang. Namun kenyataan pada hari H memberikan bukti sebaliknya. Saya yang niat awal hanya ingin mendapatkan makan malam gratis sampai acara ini pun selesai, tidak ada acara yang dapat mengubah niat tersebut. Teman-teman tetap saja sibuk dengan urusan masing-masing dan kesibukan saya pun terkait dengan niat awal untuk dapat makan malam gratis, haha!

Di tengah asyiknya saya memilih dan menyantap makanan, tiba-tiba ada acara yang mengharuskan kita duduk bersama secara formal yang anehnya di dalam suasana informal, yaitu untuk potong kue dan mendengarkan beberapa kata sambutan, dan setelah kata sambutan selesai tiba saatnya untuk mas G berbicara. Saya dengan kesibukan yang ada tidak terlalu memperhatikan kata yang diucapkan oleh mas G, hingga saya tercengang ketika mas G mengucapkan dua kata penting dalam hidup saya dan beberapa kawan yang lugu. kata tersebut yaitu manifesto dan pameo. Weew, saya sangat takjub ketika mas G merangkai kata itu ke dalam sebuah kalimat dan diartikulasikannya. Terlepas apakah bahwa kata tersebut memang sesuai padanannya dalam kalimat yang diucapkan. Namun yang membuat saya terheran-heran adalah ketika ada beberapa kawan yang langsung gaduh dan bertanya apa arti dari kalimat tersebut. Karena saking remehnya pertanyaan tersebut dengan ketus mas G menjawab bahwa orang yang menanyakan pertanyaan itu berarti adalah orang yang belum lulus studi dari strata 1. Dengan jawaban yang diberikan terlihat penguasaan ilmu filsafat yang begitu tinggi dari mas G ini, jawaban yang ia berikan kalau tidak salah dengan menggunakan pendekatan generalisasi. Tentu tidak salah juga bila saya yang lugu ini membuat kesimpulan dengan pendekatan yang sama dengan mas G yang saya kagumi itu. Bahwa mas G pantas menyandang gelar sarjana karena dia sudah tahu arti Manifesto dan Pameo

Jadi selamat datang mas G di dunia luar kampus dan Selamat menjadi sarjana manifesto dan pameo.


Wednesday 12 May 2010

Pembela Bangsa Pemimpin Asia

Kehidupan selama bertahun-tahun sebagai orang buangan telah memberi cap yang mendalam baginya. Ia tidak bisa membebaskan diri dari perasaan selalu dibuntuti. Setiap kali melihat orang yang belum dikenalnya, reaksinya pertama ialah melarikan diri atau menghilang. Terhadap orang-orang yang tidak dikenal ia hanya mau berkenalan melalui orang yang telah dikenalnya. Karena sudah terbiasa sebagai pelarian politik, ia tidak bisa lagi membebaskan dirinya dari kehati-hatian yang berlebihan - yang sudah menjadi kompleks trauma. Kecurigaan sangat menjadi kendala bagi fungsi politik dan kemasyarakatannya, dan membawa orang-orang yang sehaluan pada keadaan putus asa. Ia melihat dalam kritik atau tentangan yang sekecil-kecilnya itu pun sebagai bentuk ketidaksetiaan, pengkhianatan, atau bahkan persekongkolan, yang untuk semua itu selalu bersyak-wasangka pada tangan penjajah di balik itu.

Untuk Kehidupan yang wajar ia tidak lagi mempunyai syarat. Ia tidak mempunyai sesuatu apapun selain pakaian, yang merupakan pemberian dari kawan-kawan. Taruhan dan cara hidupnya dipengaruhi sama sekali oleh cita-citanya: pembebasan rakyat indonesia. Ia tolak segala kemewahan kesenangan yang akan merugikan cita-citanya, atau menyebabkan menyimpang dari cita-cita itu.

"Zamrud dari Indonesia, kepunjaan bangsa se Asia". Persada akan tetap memuliakannya sebagai Bapak Republik Indonesia, semua bangsa-bangsa kulit berwarna benar-benar berutang kepada Dia. Air susu ibu dibalas dengan luka dan air mata.


'Oom adalah bintang jang mendjadi pedoman alam pelajaran'

Monday 3 May 2010

Romantisme Parahyangan dan Kambing Hitam

Mid abad 19, Bandung yang saat itu masih dikenal dengan Parahijangan, merupakan tempat yang terisolasi. Kawasan ini terkenal karena hasil perkebunan seperti teh dan kina. Perjalanan menuju bandung yang berliku dan medan yang sulit membuat waktu tempuh ke Bandung sangat lama di saat itu. Hasil perkebunan, keindahan alam, dan hawa sejuk yang dimiliki Bandung membuat para penjajah Belanda membangun jalur transportasi untuk membuka keterisolasian Bandung. Maka pada tahun 16 Mei 1884 mulailah dibangun rel kereta api Batavia-Parahijangan.

Selesainya pembangunan rel kereta api, Bandung otomatis mengalami perkembangan kapasitas kotanya, baik kuantitas dan kualitas wilayahnya. Pada awalnya yang merupakan kota perkebunan setelah selesainya pembangunan rel kereta api, Bandung pun menjadi kota wisata dan tempat tinggal favorit penjajah Belanda. Saking seriusnya pengembangan jalur transportasi kereta api menuju Bandung, loko uap yang digunakan pun adalah loko uap tercepat di masanya yang memiliki kecepatan hingga 90 km/jam. Pada saat itu nama kereta yang dioperasikan pada relasi Batavia - Parahijangan yaitu KA Vlugge Vier. Kereta api ini merupakan kereta elit di masa itu. Kereta yang memiliki kelas sama adalah Eendansche Express. Eendasche Express merupakan cikal bakal KA Bima yang melayani relasi Jakarta-Surabaya PP, maka Vluggie Vier inilah yang menjadi cikal bakal KA Parahyangan di tahun 1970-an.

Pada 27 April 2010 PT Kereta Api menghentikan KA Parahyangan yang melayani relasi Bandung - Jakarta pulang pergi karena terus merugi hingga 36 Miliar per tahun. Tol Cipularang menjadi kambing hitam untuk pembelaan para pengambil kebijakan di Spoor Companische peninggalan Pemerintah Kolonial tersebut. PT KA beralasan dengan dibangunnya Tol Cipularang okupansi KA Parahyangan menurun drastis, hingga 50-60 persen. Padahal masa jayanya frekuensi perjalanan KA Parahyangan mencapai 20 kali di hari biasa dan 30 kali di akhir pekan. Walau sudah diturunkan harga tiketnya namun okupansi tidak jua beranjak dari kisaran 50-60 persen.

Menjadi pertanyaan penulis, apakah Tol Cipularang memang benar merupakan penyebab meruginya KA Parahyangan atau Tol Cipularang menjadikan konsumen cerdas terhadap kualitas layanan yang diberikan penyedia layanan jasa transportasi baik PT KA dan moda transportasi darat lainnya.

Mencari kambing hitam dan mengkritik kebijakan selalu menjadi upaya klasik para pengambil keputusan di PT KA atas kegagalan mereka. Mereka menyalahkan Pembangunan Tol Cipularang dan menjamurnya perusahaan oto bus dan travel sebagai penyebab utama menurunya okupansi KA Parahyangan. Manajemen PT KA tidak melakukan intropeksi dan evaluasi atas kualitas layanan mereka secara internal. Mereka berkilah telah melakukan kajian mendalam atas kebijakan penghapusan KA Parahyangan yang hasil kajiannya pun tidak pernah publik ketahui, yang penulis ketahui PT KA hanya melakukan penurunan tarif dan publikasi kebijakan tersebut di lingkungan stasiun kereta api, tidak lebih dari itu. Karena PT KA merasa sangat percaya diri bahwa konsumen akan tertarik dengan tarif yang murah. PT KA menganggap bahwa kualitas layanan tidak berpengaruh terhadap loyalitas penumpang PT KA.

Sebuah penelitian yang berjudul “Identifikasi Faktor-Faktor Berpengaruh Dominan Terhadap Pelayanan KA Parahyangan.” yang dilakukan mahasiswa ITB memberikan gambaran layanan yang diberikan PT KA. Penelitian terhadap faktor-faktor pelayanan berpengaruh di atas KA Parahyangan yang dilakukan pada tahun 2006 ini sangat menggambarkan bahwa penumpang merasa kurang puas terhadap pelayanan yang ada terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor pelayanan petugas, kesenangan, kenyamanan, dan keamanan. Penelitian ini menggambarkan masih bermasalahnya kualitas layanan yang dilakukan di KA Parahyangan. Jadi menurut penulis Tol Cipularang dan pertumbuhan perusahaan travel hanyalah sebuah trigger yang mempercepat KA Parahyangan ditinggalkan penumpang loyalnya.

Bila saja PT KA secara berkala melakukan standar evaluasi atas kualitas layanannya penulis yakin loyalitas penumpangnya tidak akan berpindah begitu saja menggunakan moda transportasi darat lain walau mereka menawarkan waktu tempuh yang lebih cepat. Karena begitu banyak kenangan dan peristiwa yang tidak begitu saja dapat dilupakan. Momentum penghentian operasi PT KA Parahyangan ini harusnya bisa diambil intisari bahwa konsumen saat ini kritis dan bisa memilih walaupun di atas KA Parahyangan banyak kenangan dan peristiwa yang tak akan terlupakan. Romantisme yang terukir akan lenyap begitu saja ketika kita tidak bisa memberikan tempat untuk mengingat dan menikmatinya.

PT KA berkaca dan berubahlah atau kalian akan mati perlahan.

Sunday 2 May 2010

Arti nama Aslia dan Ipie

Aslia adalah akronim dari Australia dan Asia. Aslia merupakan sebuah ide dari alam pikiran seseorang yang bergelora dengan kebulatan tekad dan kegigihan perjuangannya dalam mewacanakan Indonesia Merdeka 100%. Orang ini mempunyai hati yang terlalu teguh untuk berkompromi. Oleh karenanya hampir sebagian besar hidupnya digunakan untuk berpetualang di tengah rimba kosmopolit dunia. Namun tulisan ini tidak mengurai tentang Aslia dan membedah siapa orang inlander yang kosmopolit ini. Tulisan ini akan menjelaskan alasan aslia digunakan dalam penggunaan url www.aslia-7.blogspot.com

Ipie begitu ia biasa dipanggil oleh guru kesayangannya, guru ini jugalah yang membuka jalan bagi si jenius untuk dapat studi lanjutan di Haarlem. Dia belajar ke negeri penjajah yang dibenci untuk menjadi seorang pendidik. Namun, tak disangka Ipie disana tidak sekedar belajar untuk menjadi pedagog sejati tetapi juga ia mulai tahu bahwa bangsanya sedang ditindas untuk kemakmuran bangsa Netherland. Dari situlah Ipie belajar menjadi orang yang memahami suatu masalah dengan menggunakan sudut pandang multi perspekstif. Ia mulai melihat masalah dari sisi atas, bawah, samping, depan, belakang bila kita andaikan masalah itu berbentuk kubus yang mempunyai 6 sisi.

Buah pemikiran beliau banyak dikutip oleh tokoh bangsa kita. Mulai dari Pledoi "Indonesia Menggugat" Bung Karno hingga menjadi salah satu lirik lagu kebangsaan "Indonesia Raya".ciptaan WR Supratman. Walau Orde Baru telah menghapus bersih peran sejarahnya, namun bagai wangi bunga, keharuman pemikirannya akan selalu tercium oleh para intelektual yang melihat sudut pandang sejarah dari berbagai sisi perspektif.

Salah satu diskursusnya adalah ide Aslia. Penulis memilih menggunakan kata Aslia untuk penggunaan url karena penulis berharap bahwa diskursus Aslia akan memberikan pengaruh bagi kekuatan isi dan visi dari blog ini. Aslia merupakan sebuah ide besar dari seseorang yang memiliki kebulatan tekad dan kegigihan perjuangan.

Harapannya dengan penggunaan kata Aslia akan memotivasi penulis untuk bisa memiliki konsistensi tekad seperti si pencetus ide Aslia. Penulis juga berharap bisa meneladani kegigihannya berjuang di tengah hantaman penyakit pneumonia akut yang memaksa dia untuk bertapa di jantung Asia. Kegigihannya tersebut perlu merasuk ke dalam darah penulis agar bisa bertahan untuk terus fokus mengejar mimpi yang mulai terserak. Semoga blog ini bisa menjadi media untuk mengumpulkan mimpi-mimpi penulis yang mulai terserak.


"Mengajari bangsa Indonesia saya anggap pekerjaan tersuci dan terpenting"
Ipie, 1948